Saya nggak habis ngerti ketika seorang teman mengaku minder saat harus ada acara dengan teman-teman lamanya, keluarga atau rekan kerja suaminya. Teman saya ini bukan orang yang malu-maluin. Penampilan masih rapi dan enak dilihat, dianya juga cerdas dan nggak kurang update jadi pasti bisa mengimbangi percakapan yang terjadi disekitarnya termasuk juga lingkungan pergaulan suaminya. Jadi kenapa mesti malu?
"Gue kan cuma ibu rumah tangga," katanya.
Saya mengerutkan kening dari balik gelas es teh leci yang sedang saya nikmati, "Maksudnya?"
"Jadi kebanyakan temen-temen gue atau istrinya temen suami itu punya karir entah di perusahaan atau di birokrasi pemerintahan. Gue udah jiper aja kalau mereka ngomongin isu global atau masalah kerjaan. Secara ya gue ngerti permukaannya doang, bukan pelaku." memang teman saya ini belum pernah punya pengalaman bekerja, dia menikah muda sebelum merasakan jenjang karir sebagai pekerja.
"Lah bukannya elu juga blogger?" tanya saya, masih bingung. Ketika seseorang melakukan kegiatan blogging apalagi secara rutin, yah menurut saya dia Blogger dong.
"But you know blogger nggak bisa dibilang dan diakui sebagai pekerjaan, atau karir. Not even close, really. Di tengah-tengah orang seperti itu."
"Kerjaan kan seseuatu yang bisa kasih kita nafkah, ya nggak sih? Coba sama nggak persepsi kita? Lah lu ngeblog juga sekalian ngisi rekening tabungan, sama lah kan nafkah juga, rezeki juga namanya. Artinya lu juga kerja, biarpun ya nggak secara formal di tempat yang formal juga. Jadi jangan ungkit deh itu yang cuma ibu rumah tangga," kata saya nggak setuju.
"Blogger, ngajar les, penjahit, jualan apa saja ya itu semua kerjaan. Semuanya juga karir sekalipun jenjangnya beda pasti sama yang biasa. Selama kita dapat penghasilan dari situ ya bisa dong disebut pekerjaan. Kayak yang pernah gue tulis di blog lah ya, personal shopper aja bisa dibilang pekerjaan kok."
Teman saya bertopang dagu, " Deuh ya kali ya kalau udah yang profesional banget gitu. Lagian penghasilan gue sebagai Blogger juga cuma berapa sih...? Perbulannya nggak tentu ada kok, ada pun juga nggak tentu sama,"
"Ya apa bedanya sik sama lu jualan gitu, kerja jadi pedagang? Bulan ini untung banyak jadi bisa beli kulkas 3 biji misalnya, bulan depannya untung cuma setara sama harga mirowive kecil, bulan depannya lagi rugi. Kalau menurut gue entah berapa penghasilannya, entah rutin atau enggak... selama menghasilkan ya kerjaan lah namanya," saya ketawa.
"Lagian keren kali kalau dikau ngakunya blogger atau youtuber kek gitu, nggak semua orang ngerti itu apa, cara kerjanya gimana, cara ngasilin uangnya gimana? Nggak semua orang paham. Dan biar aja, mereka kan juga nggak bisa nebak penghasilan lu berapa. Santai ajalah. Nggak sopan juga kan orang nanya-nanya gaji mendadak kalau deket juga enggak. Ya nggak sih?" tanya saya, si teman manyun-manyun tapi saya tahu dia menyimak.
"Kalau menurut gue ya, sejak dulu semua ibu rumah tangga bisa kok kerja apa aja asalkan mau. Apa aja tergantung sukanya dimana, pengennya jenis kerja yang seperti apa dan potensinya dimana. Kalau suka nulis ya kerja lepas jadi penulis, penerjemah, cerpenis, banyak. Kalau demennya fashion ya bisa rancang kecil-kecilan, beli kain jahitin terus jual deh. Kalau passion akademisi ya bisa ngajar les. Yang penting nggak makan waktu seharian kan jadi bisa ngurusin keluarga dengan baik juga,"
"Apalagi sekarang, punya gelar dan pendidikan bisa kerja dimana aja asal ada fasilitasnya. Jaman udah makin maju, tekhnologi makin kenceng. Ibu rumah tangga yang punya gelar dokter juga bisa bekerja sebagai
dokter online yang melayani konsultasi pasien. Contohnya aja tuh di Konsula.com kan bisa chatting sama telepon konsultasi langsung tuh sama dokternya. Gitu sih jadi nggak usah minder segala deh kalau kita ibu rumah tangga yang di rumah aja. Keep your chin up ah beb," saya melanjutkan meneguk es teh leci dingin, di hari yang panas itu.
Mungkin banyak dari kita yang merasa demikian. Ibu rumah tangga yang di rumah aja terus minder sendiri kalau harus bersosialisasi, ini nggak lepas dari omongan miring orang yang kerap mengintimidasi sosok wanita yang dipandang non super. Karena sekarang jamannya wanita super yang karirnya gemilang tapi juga tetep ngurus keluarga semacam nggak ada capeknya.
Wanita yang memutuskan untuk berkarir di luar rumah pastilah tahu resiko akan pilihannya, tapi mereka memiliki pertimbangannya sendiri yang nggak perlu juga dijelaskan ke masyarakat soal keputusannya. Sama halnya dengan wanita yang memutuskan di rumah saja untuk mengurus keluarga, misal saja mereka mungkin tidak ingin kehilangan periode emas yang tidak akan terulang dari anak-anaknya dan mungkin lebih banyak lagi alasan lain yang lagi-lagi tak harus mereka jelaskan ke khalayak.
Mungkin masih-masing dari kita harus berdamai dengan diri sendiri untuk saling mengerti kacamata permasalahan dari orang lain. Mungkin sebenarnya situasi itu tidak separah ini, hanya permainan pikiran kita saja yang mendramatisasi. Entah. Yang jelas tetep kalem, happy dan dagu tanpa merosot kebawah lah ya. Permulaannya pahamilah bahwa diri kita bukan sekadar cuma, kita juga setara, kita juga sama berharganya.
We need to keep it on ur mind.
Itu menurut saya, nah kalau menurut teman-teman gimana?