Di Indonesia, topi tidak saja sebagai pelengkap fashion modern. Aneka ragam busana tradisional pun dilengkapi accesoris penutup kepala yang unik dan memiliki makna yang luas. Dewasa ini, topi tradisional tidak saja dipakai untuk acara-acara adat semata, tapi juga sudah dipadu dengan busana modern untuk mempercantik penampilan. Tentu saja, ada sejumlah aturan saat memakai beberapa topi tradisional. Aturan itu, bikin topi tradisional tetap memiliki nilai yang sakral dan bermakna namun tetap modis.
Peci
Salah satu topi tradisional yang sudah menjadi pakaian nasional Indonesia adalah peci. Sejarahnya, penggunaan peci di Indonesia diperkenalkan oleh presiden pertama Indonesia, yaitu Soekarno. Soekarno juga yang menetapkan peci sebagai pakaian nasional. Namun, peci tidak saja milik Indonesia, di mata dunia, peci dikenal sebagai pakaian adat Melayu.
Peci juga dikenal dengan sebutan kopiah datau songkok. Lazimnya, peci berwarna hitam. Namun, saat ini berbagai modifikasi warna dan bahan dasar pembuatan peci sudah berkembang. Sehingga, peci tak lagi identik dengan warna hitam saja. Meski demikian, aturan penggunaan peci hanya dikenakan untuk pakaian pria pada acara-acara kenegaraan, perkawinan dan saat ibadah, khususnya umat muslim.
Udeng
Udeng adalah jenis topi tradisional khas Bali. Topi ini khusus dikenakan oleh pria untuk acara adat tertentu. Penggunaannya tidak boleh sembarangan. Ada sejumlah aturan dalam pemakaian topi tradisional yang satu ini. Ada warna-warna tertentu hanya boleh dipakai untuk acara tertentu pula.
Misalnya, ketika ada upacara kematian, warna Udeng yang boleh dipakai adalah warna putih. Sedangkan untuk acara pernikahan dan acara sosial lainnya menggunakan Udeng berwarna lain dan bermotif batik. Parisadha Hindu Darma Indonesia (PHDI) Bali juga menetapkan Udeng warna putih yang khusus digunakan saat ke Pura. Warna putih dimaknai sebagai lambing kejernihan pikiran.
Blankon
Blankon merupakan salah satu topi tradisional yang paling populer di antara topi tradisional lainnya di Indonesia. Penutup kepala khas jawa ini bahkan sudah menjadi bagian dari busana modern. Pada dasarnya, blankon terdiri dari 4 bagian, sesuai dengan kedaerahan. Yaitu, blankon Ngyogyakarta, blankon Surakarta, Blankon Kedu dan Blankon Banyumasan.
Sebagian bentuk blankon juga memiliki tonjolan di bagian belakang yang disebut Mondholan. Zaman dahulu, adanya mondholan tersebut berasal dari rambut panjang pria yang diikat di bagian belakang kepala. Mondholan juga dimaknai sebagai lambang masyarakat Jawa yang pandai menyimpan rahasia dan santun dalam bertutur.
Seraung
Bentuknya seperti topi caping petani. Terbuat dari anyaman daun palem lebar yang tumbuh di hutan Kalimantan, berbentuk kerucut dan lebar. Namanya Seraung, topi tradisional khas Dayak Kalimantan. Bagi suku Dayak, Seraung digunakan oleh para wanita untuk keluar rumah. Kegunaannya sama seperti fungsi topi pada umumnya, yaitu untuk menghindari paparan sinar matahari. Tak hanya itu, Seraung juga dipercaya bisa menghindarkan penggunanya dari serangan hewan buas.
No comments:
Post a Comment